WELCOME TO PANJI PRATAMA'S BLOG

Tuesday 20 April 2010

ACFTA dan Strategi Menghadapinya

Mulai 1 Januari 2010, ASEANChina FTA (ACFTA) akan resmi diberlakukan. Berbeda dengan China dan beberapa negara ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand yang tampaknya bergairah, Indonesia justru ketar-ketir menyambut pemberlakuan ACFTA. Ada kesan Indonesia sama sekali belum siap menghadapi ACFTA. Penerapan ACFTA sebaiknya juga dilihat sebagai "riil market" atau sebagai pembukaan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk memperluas pemasaran produk.

Ketika ACFTA pertama kali ditandatangani Megawati Soekarnoputri di Bandar Seri Begawan, Brunei, pada 6 November 2001, sikap optimistis menyeruak di kalangan pemerintah yang berkuasa. Saat itu dikatakan oleh pemerintah bahwa Indonesia berpeluang mengambil beberapa manfaat dari ACFTA. Pertama, penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan nontarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kedua, penciptaan rezim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Ketiga, peningkatan kerja sama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan capacity building, technology transfer,dan managerial capability.


Kronologis Peristiwa ACFTA

• 23 Oktober 2000.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional diundangkan dan mulai berlaku.

• 4 November 2002.
Indonesia dan negara-negara ASEAN menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation antara ASEAN dan China di Kamboja.

• 15 Juni 2004.
Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan Keppres No. 48 Tahun 2004 yang meratifikasi ACFTA.

• 1 Januari 2010.
Kerangka kerja ACFTA mulai berjalan.

Negosiasi yang dilakukan Pemerintah atas pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) tidak akan mengubah keberlakuan perjanjian internasional tersebut. Kalaupun China setuju atas usul Indonesia, pembatalan perjanjian tak mungkin dilakukan jika negara anggota ASEAN lainnya tidak setuju.

Itu juga sejalan dengan makna perjanjian internasional berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Berdasarkan wet ini, perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Pasal 4 Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional itu bahkan mengikat Pemerintah Indonesia agar “berkewajiban melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik”.

ACFTA menjadi buah bibir karena sejumlah pengusaha mengeluh. Rezim perdagangan bebas diyakini akan menghancurkan industri dalam negeri. Sebab, produk-produk negara lain –khususnya China- bebas membanjiri pasar domestik Indonesia. Malah Badan Analisis Fiskal Departemen Keuangan memperkirakan potensi kehilangan pendapatan dari bea dan cukai sebesar Rp15 triliun akibat pemberlakuan ACFTA.

Solusi Minimalis

Meski relatif sulit, terdapat beberapa peluang bagi Indonesia untuk menyiasati pemberlakuan ACFTA. Pertama, melakukan lobi secara bilateral terhadap setiap negara terkait untuk melakukan penundaan terhadap produk-produk tertentu. Proses trade-in biasanya mewarnai pilihan ini.Misalnya,ketika kita meminta kompensasi kepada China agar pemberlakuan ACFTA untuk tekstil ditunda, China juga akan meminta penundaan terhadap sektor yang dianggap belum kuat untuk bersaing dengan produk sejenis dari Indonesia. Atau China bisa meminta impor yang lebih liberal untuk produkproduk yang sangat mereka butuhkan (seperti gas atau batu bara).

Kedua, seandainya ACFTA tidak bisa ditunda, pemerintah harus antisipatif untuk menyelamatkan sektor/industri nasional dengan mengimplementasikan kebijakan non-tariff dan antidumping. Misalnya, menyediakan bantuan untuk restrukturisasi permesinan dan pembebasan bea masuk impor untuk bahan baku dan permesinan yang dibutuhkan industri nasional. Juga Indonesia bisa menerapkan SNI bagi produk impor yang dijual di pasar lokal.

Ketiga, peningkatan penggunaan produk lokal sebagaimana telah diatur di dalam Inpres No 2/2009. Instansi pemerintah dan BUMN perlu didorong sebagai pelopor untuk hal ini. Reward dan punishment perlu diberlakukan untuk mendorong instansi pemerintah dan BUMN menggunakan produk dalam negeri.

Empat Strategi Menghadapi Serangan “The China Price”

Competitive flanker

Utilize local-specific
competencies to flank
Chinese competitor

Local Champion

Beat Chinese competitor
through unique local
attack advantages


Price Warrior

Build operational excellence
to achieve cost leadership
potition

Regional Chaser

Strive to achieve regional
standard of performance

Empat Pilihan Strategi

Matriks ini tersusun dari dua parameter yang terwakili oleh sumbu vertikal dan horisontal. Parameter pertama (di sumbu vertikal) mencerminkan tingkat kepemilikan pemain terhadap aset berbasis kelokalan (local-specific assets). Aset berbasis kelokalan ini bisa bermacam-macam bentuknya: pengetahuan mendalam terhadap pasar lokal; kepemilikan kompetensi yang unik lokal; pemahaman terhadap karakteristik budaya lokal; relasi bisnis yang unik dengan partner lokal; dan sebagainya. Di sini pemain dapat kita petakan menjadi dua jenis yaitu pemain dengan aset berbasis kelokalan yang tinggi (high) dan rendah (low).

Parameter kedua (di sumbu horisontal) mencerminkan tingkat mudah tidaknya produk dari pemain tersebut diserang oleh produk Cina dari sisi harga (exposure to “The Chine Price” attacks). Produk yang memiliki kemungkinan besar terkena serangan produk Cina tak lain adalah produk yang memiliki price sensitivity yang tinggi. Artinya, ketika produk tersebut diserang produk Cina dengan harga yang murah, maka serta-merta konsumen akan beralih ke produk murah tersebut. Dengan kata lain, sumbu ini juga menggambarkan tingkat difererensiasi produk dalam melawan serangan produk murah Cina. Di sini pemain bisa kita bagi menjadi dua jenis, yaitu pemain dengan produk yang mudah (low) diserang produk murah Cina; dan pemain dengan produk yang sulit (high) diserang.

Berdasarkan matriks di atas, maka kita dapat memetakan empat jenis pemain berikut strategi generik yang harus mereka kembangkan. Coba kita lihat satu-persatu.

Price Warrior adalah pemain yang tidak memiliki aset berbasis kelokalan dan produk yang dihasilkannya sensitif terhadap serangan produk murah Cina, atau dengan kata lain diferensiasinya lemah. Pemain jenis ini tak terhindarkan lagi akan terjebak dalam price war dengan produk-produk murah Cina, sehingga strategi satu-satunya untuk bisa survive hanyalah menjadi cost leader. Artinya perusahaan jenis ini harus mampu bekerja secara super efisien untuk mecapai harga semurah mungkin.

Competitive Flanker adalah pemain yang memiliki cukup aset berbasis kelokalan namun produk yang dihasilkannya masih sensitif terhadap serangan produk murah Cina. Pemain jenis ini akan mampu menghindar (flank) dari perangkap price war dengan produk Cina dengan cara mendayagunakan secerdas mungkin kompetensi berbasis kelokalan (local-specific competencies) misalnya menciptakan produk unik yang pas memenuhi kebutuhan pasar lokal dan sulit ditiru pesaing Cina. Atau bisa juga membangun hubungan emosional yang intim dengan distributor lokal yang tak bakal bisa ditiru pesaing Cina.

Regional Chaser adalah pemain yang tidak memiliki aset berbasis kelokalan tapi produk yang dihasilkan cukup unik (memiliki diferensiasi kokoh) sehingga tidak gampang diserang oleh produk murah Cina. Pilihan strategi yang bisa diambil oleh pemain jenis ini adalah terus-menerus membangun dan mengejar kemampuan untuk menjadi pemain yang setara dengan pemain-pemain teratas dalam skala regional (regional’s best practice). Dengan kata lain, agenda utama pemain ini adalah mencapai posisi ACFTA’s best practice.

Local Champion adalah kelompok pemain yang memiliki kompetensi berbasis kelokalan dan produknya tak sensitif terhadap harga murah karena memiliki diferensiasi yang kokoh. Karena memiliki keunggulan bersaing unggul dalam melawan produk murah Cina, pemain yang masuk dalam kategori ini memiliki kans besar untuk menjadi pemimpin di pasar lokal yang didominasinya. Pemain Cina akan bertekuk-lutut melawan pemain yang satu ini.



No comments:

Post a Comment